Jumat, 18 Oktober 2013

etika profesi penegak hukum

Penegakan Hukum
Bahwa etika profesi adalah sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama, berdasarkan pengertian terdapatnya kaidah-kaidah pokok etika profesi sebagai berikut:
1. Profesi harus dipandang (dan dihayati) sebagai suatu pelayanan;
2. Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan klien mengacu pada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindakan;
3. Pengemban profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan;
4. Agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat harus dapat menjamin mutu dan peningkatan pengembanan profesi tersebut.
Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalani kehidupan sebagai pengemban profesi. Hanya pengemban profesi yang bersangkutan yang dapat atau yang paling mengetahui tentang apakah perilakunya dalam mengemban profesi memenuhi tuntutan etika profesinya atau tidak. Karena tidak memiliki kompetensi teknikal, maka awam tidak dapat menilai hal itu. Ini berarti, kepatuhan terhadap etika profesi akan sangat tergantung pada akhlak dan moral pengemban profesi yang bersangkutan. Disamping itu pengemban profesi sering dihadapkan pada situasi yang menimbulkan masalah pelik untuk menentukan perilaku apa yang memenuhi tuntutan etika profesi. Sedangkan perilaku dalam pengembanan profesi dapat membawa akibat negatif yang jauh terhadap klien, dimana kenyataan tersebut dapat menunjukkan bahwa kalangan pengemban profesi itu sendiri membutuhkan adanya pedoman obyektif yang lebih konkret bagi perilaku profesionalnya. Karena itu, dari dalam lingkungan para pengemban profesi itu sendiri dimunculkan seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban profesi tersebut. Perangkat kaidah itulah yang disebut sebagai kode etik profesi (biasa disingkat: kode etik), yang dapat tertulis maupun yang tidak tertulis. Pada masa sekarang, kode etik itu pada umumnya berbentuk tertulis yang ditetapkan secara formal oleh tiap-tiap organisasi profesi yang bersangkutan. Pada dasarnya, kode etik itu bertujuan untuk menjaga martabat profesi yang bersangkutan, dan di lain pihak untuk melindungi klien (warga masyarakat) dari penyalahgunaan keahlian dan atau otoritas profesional. Yang dalam perkembangan selanjutnya kode etik tersebut termasuk kelompok kaidah moral positif.
Kondisi ini, baik dimasa pemerintahan orde baru maupun pemerintahan pasca reformasi, termasuk pemerintahan sekarang dalam kontek teknisnya, eksistensi “kode etik” tersebut dalam melayani hajat hidup orang banyak, belum total mencitrakan diri dan jatidirinya sebagai pelayanan publik. Dengan kata lain, masih memperlihatkan penyelewengan-penyelewengan etika profesi yang dilakukan oleh pengemban profesi secara individualistik.
Apalagi dikaitkan dengan tuntutan aspirasi rakyat yang menginginkan reformasi total terhadap seluruh tatanan pelayanan publik, dan kita masih berharap-harap cemas untuk mendapat buktinya, apakah dalam kenyataannya proses pengemban profesi ini masih berdasarkan akal sehat dan moral yang baik atau sekedar pengabdian profesi yang tanpa pamrih?
Realitasnya, klien (warga masyarakat) masih harus menanggung beban dalam luka liku setiap permasalahan yang dihadapinya ketika dikerjakan oleh seorang pengemban profesi walaupun ia sanggup membayar, tapi ia akan terus dihantui bayang-bayang kegelisahan ketika permasalahan yang dihadapinya tidak dapat diselesaikan secara tuntas. Malah, dalam kenyataannya proses tersebut harus dibayar dengan mahal, baik secara moril maupun material.
Kendati begitu, dalam prosesnya harus dihitung berbagai kelemahan, baik yang bersifat yuridis formal maupun psikologis, tanpa itu kita bakal terjebak kembali oleh perilaku budaya yang arogan dan kesewenang-wenangan dalam menyelesaikan setiap proses dalam pengembanan profesi tersebut. Persoalan mendasar yang masih kita hadapi saat ini, tidak terlepas dari rangkaian perilaku moral dari para pengemban profesi yang erat dengan budaya feodal kolonialistik. Dan reaksinya, muncul ke permukaan setelah klien (warga masyarakat) di berbagai daerah memiliki kembali keberaniannya untuk memperjuangkan hak dan kewajibannya dalam pola masyarakat hukum.
Paling tidak, mereka itu dapat melakukan kontrol dan penataan publik, terhadap perilaku profesi yang menyimpang yang dilakukan oleh setiap pengemban profesi dalam menjalankan fungsinya dalam tatanan kemasyarakatan, yang memerlukan jasa pelayanan profesinya secara proporsional dan profesional dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam peri kehidupan masyarakat secara benar dan tuntas.
Profesi hukum berkaitan dengan masalah mewujudkan dan memelihara ketertiban yang berkeadilan di dalam kehidupan bermasyarakat. Ketertiban yang berkeadilan itu adalah kebutuhab dasar manusia, karena hanya dalam situasi demikian manusia dapat menjalani kehidupannya secara wajar, yakni sesuai dengan martabat kemanusiannya. Keadilan adalah nilai dan keutamaan yang paling luhur dan merupakan unsur esensial dari martabat manusia.
Hukum, kaidah-kaidah hukum positif, kesadaran hukum, kesadaran etis dan keadilan bersumber pada penghormatan terhadap martabat manusia. Penghormatan terhadap martabat manusia adalah titik tolak atau landasan bertumpunya serta tujuan akhir dari hukum. Sebagai sarana untuk mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, hukum diwujudkan dalam pelbagai kaidah perilaku kemasyarakatan yang disebut kaidah hukum. Keseluruhan kaidah hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tersusun dalam suatu sistem yang disebut tata hukum. Ada dan berfungsinya tata hukum dengan kaidah –kaidah hukumnya serta penegakannya adalah produk dari perjuangan manusia dalam upaya mengatasi pelbagai masalah kehidupan dalam masyarakat, termasuk menanggulangi dan mengarahkan kecenderungan-kecenderungan yang negatif agar menjadi positif dan mengaktualisasikan atau memproduktifkan kecenderungan-kecenderungan positif yang ada dalam diri manusia.
Dalam setiap perjuangan, manusia berusaha memahami, mengolah dan mengakomodasikan secara kreatif pelbagai kenyataan kemasyarakatan pada nilai-nilai yang dianut dan mengekspresikan ke dalam sistem penataan perilaku dan kehidupan bersama dalam wujud kaidah-kaidah hukum, sehingga bermanfaat bagi perlindungan martabat manusia sesuai dengan tingkat perkembangan peradaban yang sudah tercapai. Dapat dikatakan bahwa dalam dinamika kehidupan umat manusia, hukum dan tata hukumnya termasuk salah satu faktor yang sangat penting dalam proses penghalusan budi pekerti umat manusia. Kualitas kehidupan hukum dan tata hukum suatu masyarakat mencerminkan tingkat akhlak atau situasi kultural masyarakat yang bersangkutan.
Penyelenggaraan dan penegakan ketertiban yang berkeadilan dalam kehidupan bersama sebagai suatu kebutuhan dasar manusia agar kehidupan manusia tetap bermartabat adalah suatu fungsi kemasyarakatan. Pada tingkat peradaban yang sudah majemuk, fungsi kemasyarakatan penyelenggaraan dan penegakan ketertiban yang berkeadilan itu dalam kehidupan sehari-harinya diwujudkan oleh profesi hukum. Peran kemasyarakatan profesi hukum itu dapat dibagi menjadi empat bidang karya hukum, yakni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar